Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2019

Terkelabui

Gambar
Sembari senyum ia sangat mempesona Wajahnya terlalu lugu untuk berbuat semena-mena * Sang puan berkelana mencari harta Segenap daya yang ia miliki menjadi setumpuk niat merubah nasib walau terbatas ilmu Ia berdiri di atas kepercayaannya, sangat tertata meski sederhana Jiwanya penuh kasih Nalurinya pun menjadi nakhoda menggiring pada satu gemerlap kota * Perlahan ia bicara Tentang kini, lalu dan silam Seraya ia menghela nafas dan angin bertiup meronai sekujur tubuhnya Suara selembut pasir pantai yang menjejak kelam waktu silam Sang puan sepertinya pernah terombang dalam ketidakberdayaan Ia sendiri merasakan sakit tapi tetap ia lakukan Entah apa yang ia pikirkan * Ciuman-ciuman kasihnya mungkin mengenang Tapi lenyap dan lepas hanya ditiup angin hasrat Mungkin kini hatinya berlari kesana-kemari mencari tambatan untuk disayang kembali Akupun tak duga Sepertinya aku tertipu wajah puan yang lugu itu

Patah, Fatamorgana ☆

Gambar
Tersudut beku di sela-sela penantian Kiranya pelangi itu tak kunjung datang padahal mendung telah sekian berlalu Sampai kapan? Sepertinya hidup indah hanyalah khayal Tersemak batin menampari wajah dengan pesona tipuan * Terkadang itu seakan terlihat Tapi akhirnya pupus dan tiada bekas Rajut mengulangi lagi dengan harapan dan suapan tegar Haha...... menipu diri Padahal jiwapun terkadang menangis Tiada teman, sendiri Pegangan hanya doa kepada Ilahi * Tertekun tapi masih terlihat jauh Asmara, impian, luka dan problema jadi untaian yang merangkai tabiat diri Tenggelam bersama bautan sukma Terlalu sering patah membuat luka lama membara Tergolek letih lepas dari nafas raga * Jika ku hadir Masih ingatkah engkau segala tentang diriku Kau yang dulu menghinaku, mengejek, mempermalukan bahkan menghindari bayanganku Mungkin kau berhasil Lihat kini, aku berusaha lalu terjerembab dan lagi.......

Kidung Pagi ☆

Gambar
Menyemangati hari dengan dendang pagi Dalam lukisan dingin embun-embun yang menari di ujung daun jambu merah Indah Tapi tak pada diri Begitu jelas ada rasa yang telah pergi Berlalu tapi masih terpatri di hati * Sadarkah diri pada berjuta mimpi yang telah lepas jauh Sendiri Menyulam luka membalut duka lara Ah..... terbiasa * Nantipun awan putih akan tersenyum indah Dan senja akan menghias cakrawala dengan aurora sukma Menyapa lembut angin malam yang larut dalam lamunan Semoga nanti ada pengganti Lambat laun tunas gugur pasti berganti bunga Kuyakin

Mengapa Aku Menjauh ☆

Gambar
Saat ini harusnya aku ada di sisinya Karena ia ditinggal pergi kekasihnya Ia sedih terlalu Harusnya ku datang menghiburnya Harusnya ku menjenguk menenangkannya Tapi mengapa aku menjauh * Aku menjauh! Karena aku kekasih yang tak pernah kau anggap

Siapa Yang Mengirimku Ke Dunia ☆

Gambar
Aku bertanya Apa sebab ayah dan ibu aku terlahir ke dunia? Atau kehendak sang maha pencipta aku ada Masih disini aku termangu Di sisi daun lembayung biru Ingin ku memekik kesunyian, membuang angan sesat * Siapa yang menulis namaku di Lauh Mahfudz Apakah dia malaikat yang sembunyi-sembunyi dan diam-diam menulis buruk nasibku Tapi bukan itu yang kumaksud * Mengapa seorang anak selalu disalahkan dengan keadaannya Aku lahir dari rahim manusia, itu bukan mauku Aku dianugerahkan kepada kedua orangtua tanpa harus tahu siapa dan dimana Itu juga bukan mauku Aku menurut atas kehendakNya Dan tak ada satu haripun tanpa pengawasan dan takdirNya * Bahkan takdir ini sudah tertulis saat aku belum lahir Lalu mengapa aku dipersalah atas semua kejadian yang ada Apakah harus mengikuti cara hidup orang lain padahal setiap insan punya jalan hidupnya sendiri Tanpa sama * Dan Dia mengirim tiap hambanya ke dunia dengan tujuan Setiap anak yang lahir adalah takdir Anak berhak memilih jal

Jangan Buka Luka Lama ☆

Gambar
Itu luka penuh luka Jangan buka Aku tak sanggup menerima Cinta ....... dan segala rengekannya * Sudahlah Aku ingin lepas dan melangkah Mengunci masa lalu Kisah itu sangatlah pahit rasanya

Doa Malam

Gambar
Pada langit yang telah gelap dan bersemayam sunyi Aku luluh dalam kalut yang mendera Pada bentang cakrawala dan lengkung bianglala Teteskanlah embun di sajadah ini Biar kuambil bulir itu untuk membasuh wajah sebagai penyejuk dan ridhaMu atas segala hasrat ini * Di penghujung tahajud hamba ingin berteduh di maghfirahMu Karuniakanlah cinta dan kasih untuk diri yang selalu terlumpur dari dosa Membasuh dosa tak semudah membuang daki lalu bersuci Daku ingin tersinar cahaya keagunganMu agar kudapat selalu berada dalam jalan kebaikan * Mencium sajadah seperti tunduk mencium kakiMu Merendah dalam ketidaktahuan dan kebodohan Hamba bukan manusia yang pandai dalam tahlil dan tahmid untuk menggelorakan kemuliaanMu dengan nyanyian pujian Hamba hanya mengetahui tahtaMu melebihi bumi dan langit Engkau yang berkuasa dan mengatur segala urusan dunia Aku cuma bisa luruh dalam segala permohonanku * Setiap desah nafasku selalu berada dalam genggaman mautMu, syukur atas segala detak jantu

Berkata Pada Alam ☆

Gambar
Langit pagi masih buram dengan bayangan Awan mendung menyisir matahari untuk jeda menyinar rerumputan Daun-daun masih meringkuk dalam kedinginan Alampun mulai tahu Tak ada senyum diri yang semringah pada diri yang sulit terbuka Meluapkan apa yang menjadi nestapa Pertanda alam terkadang dusta Seperti sekarang suara katak yang bernyanyi memanggil turunnya hujan Atau mereka sengaja sembunyi diam-diam tertawa dan mengejek di balik tempurung jalang * Memandang cakrawala dalam balutan kabut embun Mengingatkan rentetan malam tanpa pasangan Rindu-rindu terpaut jurang perpisahan Raga mulai runtuh dalam hitungan usia Menyamai jiwa malang yang selalu diam * Berapa sering aku berkata pada alam Berkali-kali meneriakan asa siang malam Hingga senja nampak ungu menyambut malam Mengisyaratkan hati meredam dendam * Kepalang sudah berada ditengah jalan Jika dihentikan mungkin penyesalan datang mengguncang Meniatkan lagi dan terus bertahan walau terhuyung angin topan Lari dari hasu

Dari Naluri Seorang Lelaki ☆

Gambar
Dari hatinya jelas terpencar ketulusan Dari sorot matanya tersibak kepedihan Dari senyum terlihat ketampanan rupa Dari gerak nampak malu dalam perkataan * Sangat beratkah beban hatimu wahai lelaki? Akankah sejenak kehidupan ini memadamkan baramu Mungkinkah dirimu tersesat dalam fana impianmu Jangan tunda, berjalan mundur dan melambaikan tangan untuk menyerah Jangan pejamkan mata dan buat pipimu basah Dukamu adalah duka dunia * Kita masih berada di bawah langit yang sama Dilema dan problema akan membuat jiwamu tajam dalam bersikap Ketika kau jatuh dan merindu Kau tahu kepada siapa mengadu!

Malam Di Sudut Desa ☆

Gambar
Ada masih banyak pohon besar bertebaran Di sana singgah, lalu-lalang burung-burung alam Sebagian tak pernah pulang ke sarang Sayang, tertembak senapan anak-anak lajang * Di hutan sungai masih mengalir kencang saat hujan bahkan membanjiri area lahan Kuning dedaunan dan desir angin menyibak keindahan Melambaikan hasrat untuk tetap bersyukur Menggubris alam dalam tatanan kekal * Tapi kelamnya malam memuncak dalam penantian Di bawah langit menutup mata kekosongan Saat asyik bintang berpendar seolah saling berbincang Tersirat iri kedekatan mereka * Dalam sunyi yang terus berdentang Kemauan hati mencari impian hilang ditelan kesedihan Teruntuk sudahi saja petualangan * Takdir mana yang ditunggu Akankah semua awal akan berakhir kelelahan, menguap tanpa ada ...... Walau kecil disini masih ada, ketegaran yang dipegang dan melihat dalam hati masih ada iman untuk jadi motivasi

Terbaring ☆

Gambar
Dimana aku berbaring? Saat ini di bawah pohon sawit yang nyiurnya menjulur lunglai Di awan yang mendadak duka Panas bercampur gerimis kecil * Pada musim yang tak tentu, udara aneh dengan alam Mengapa berganti padahal semua musim terasa sama di hati Gundah Melepas risih dengan siulan sedih Senandung anak petani yang mencari keleluasa-an Bercermin di mata pisau melihat ketajaman naluri Tak ada pelipur menghapus luka Hanya kata-kata bosan mengomel diri * Jika bertanya pada mereka Cuma dedaunan yang mengangguk tanpa arti Lalu apa yang indah? Sekarang, melihat sangkar burung berisi dua butir telur Seminggu lagi mungkin akan menetas Sang induk akan sibuk mencari makan buat anak tersayang Kelak sang anak dewasa akan mengeluarkan suara kicau merdu di kebun ini Itu cukup indah

Berteduh Di bawah Langit ☆

Gambar
Aku pernah berpikir untuk bunuh diri dikala terpenjara dalam ruang caci dan keterasingan Bersembunyi karena takut terlihat padahal diri ingin berbuat Kebebasan seperti intan yang sulit didapat * Di persimpangan aku memandang hidup dari nilai kemanusiaan Apa yang indah di dunia ini dari kesetaraan dan kasih sayang Perjalanan diri adalah mencari jati diri Kenapa pula dunia harus melukai setiap insan Padahal semua akan kembali ke tanggungjawab masing-masing * Di luar sana Terik matahari menyengat tanpa pilih Membuat orang-orang berlindung mencari naungan Memilih langkah untuk menghindar Ada sebab insan kembali mencari tuhannya Menyusuri jejak hidup dan menemukan celah kehampaan Hidup hanya berlalu Manusia diberi kesempatan sesaat untuk hidup di bawah langitNya Lalu maut membawanya kembali ke asal penciptaan

Tawaf Wada, Bukan Lagi Airmata ☆

Gambar
Senin malam tepat pukul dua belas dipandu seorang ustadz, kami terakhir kalinya menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf wada' Sebagai perpisahan sekaligus penghormatan terhadap Ka'bah dan kota Mekkah sebagaimana yang dilakukan rasulullah * Suasana ramai nan haru, khidmat memandang Ka'bah dengan dalam Tanpa pakaian ihram hanya membawa niat dan hati suci Di bawah taburan bintang yang berkelip seakan langitpun ikut memuja sang pencipta alam Binar mata dan bintang jadi satu melihat keagungan tuhan * Tujuh putaran menjadi langkah-langkah kaki yang berat Bukan karena desakan atau dorongan para jama'ah tapi ini terakhir kali hamba di sisi Ka'bah Teraduk rasa sedih dan bahagia karena diberi kesempatan beribadah di tanah suci melaksanakan panggilan Allah untuk ibadah umrah * Setelah tawaf hamba sempatkan shalat di pinggir Ka'bah dan berdoa Setiap ungkapan doa seperti jiwa-jiwa yang keluar dari lidah Mencekik hati Bukan cengeng atau pura-pura sedih