27 November 2018

Raut mukamu begitu lelah
Rasa sakit yang terus ditahan
Tiga tahun bolak-balik masuk rumah sakit
Kini derita itu sudah hilang kan, pak!
*
Maghrib jadi terakhir kita bertatap mata dan terakhir aku mendengar suara itu
Desahan nafas tersengal dan kepasrahan
Malam itu jadi seribu pilu di hatiku
Tetes airmata tetap saja mengalir walau sudah kutahan
Inilah saatnya kita berpisah
Semoga nanti kita berkumpul lagi di surga di bawah pohon perdu tuk melepas rindu
*
Ingat saat pemandian saat aku dan kakakku memangku dirimu disertai shalawat
Seperti ada jarum menusuk hati, airmata sudah tak terbendung
Sembilan siraman terakhir
Kenapa ada rasa sedikit menyesal
*
Selamat tidur, bapak
Di tanah abadi, di liang kubur ini semoga Allah memberi kasihNya
Talqin dan doa sudah kami hantarkan
Jangan takut, aku kan selalu berdoa memohon ampunan agar engkau diberi tempat terbaik di sisiNya
*
Engkau meninggalkan teladan yang penuh sarat untukku
Bekerja keras, ibadah dan berbuat baik terhadap tetangga adalah petuah yang terus engkau utarakan
Katamu, "shalat tak akan membuatmu kaya tapi pasti hidupmu berkecukupan".
Rumah ini dan hektaran luas kebun adalah  wujud dari tetes-tetes keringat bercampur kesabaran dan doa
Kulit hitam yang terpapar arti perjuangan kokoh untuk mencukupi kebutuhan istri dan tujuh orang anak
*
Selama ini mungkin aku tak pernah membuatmu bahagia
Maaf, tak pernah jadi anak yang penurut
Maafkan semua kesalahanku
Sekarang hanya doa sebagai jembatan rinduku untuk mengenang dirimu
Jangan khawatir, aku pasti akan berjuang dan akan lebih tangguh untuk meraih suksesku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Talenta

Nafsu Birahi

Kaktus Berduri